Senin, 01 Agustus 2011

Biarkan HARAPAN Bercerita Tentang Dirinya


Apa yang mendorong petani berkeringat dan bekerja keras?
Adalah harapan akan memetik panen dari tanamannya.

Apa yang membuat seorang pedagang tergiur melakukan banyak perjalanan,
menempuh marabahaya, meninggalkan keluarga dan tanah air?
Adalah harapan akan mendapat keuntungan.

Apa yang mendorong seorang pelajar bersungguh-sungguh,
terus menerus belajar, begadang di malam hari, meresume dan menghafal?
Adalah harapan akan lulus.

Apa yang mendorong seorang tentara melakukan berbagai manuver heroic
dalam peperangan dan bersabar menghadapi peperangan yang ganas?
Adalah harapan akan mendapatkan kemenangan.

Apa yang membuat seorang pasien dengan sukarela maupun terpaksa meminum obat yang pahit?
Adalah harapan akan sembuh.

Apa yang mendorong seorang beriman menentang hawa nafsunya
dan bersusah payah melaksanakan ketaatan kepada Tuhannya?
Adalah harapan terhadap ridha dan surga Allah SWT.

Jadi...Biarkan HARAPAN bercerita tentang dirinya.....

(Oleh: Ust. Musyaffa Abdurrahim, Lc.)

Hasrat Mengubah Diri


Ketika aku masih muda serta bebas berfikir dengan khayalan, aku bermimpi untuk mengubah dunia.

Seiring dengan bertambahnya usia dan kearifanku, kudapati bahwa dunia tidak kunjung berubah.

Maka cita-cita itupun agak kupersempit, dan kuputuskan untuk hanya mengubah negeriku.

Namun tampaknya itupun tiada hasilnya.

Ketika usia senja mulai menjelang, lewat upaya terakhir yang penuh keputus asaan,
kuputuskan untuk mengubah hanya keluargaku, yaitu orang-orang yang paling dekat denganku.

Namun alangkah terkejutnya aku, ternyata mereka pun tak kunjung berubah!!!

Dan kini,
Sementara berbaring di tempat tidur, menjelang kematianku, baru kusadari:

“Andaikan yang pertama-tama kuubah dulu adalah diriku sendiri,

Maka lewat memberi contoh sebagai seorang panutan, mungkin keluargaku bisa kuubah, dan berkat inspirasi dan dorongan mereka, kemudian aku menjadi mampu memperbaiki negeriku, dan siapa tahu, bahkan aku juga bisa mengubah dunia!”

Baju-Baju Yang Menipu


Seorang wanita yang mengenakan gaun pudar menggandeng suaminya yang berpakaian sederhana dan usang, turun dari kereta api di Boston, dan berjalan dengan malu-malu menuju kantor Pimpinan Harvard University. Mereka meminta janji.

Sang sekretaris Universitas langsung mendapat kesan bahwa mereka adalah orang kampung, udik, sehingga tidak mungkin ada urusan di Harvard dan bahkan mungkin tidak pantas berada di Cambridge.

"Kami ingin bertemu Pimpinan Harvard", kata sang pria lembut.
"Beliau hari ini sibuk," sahut sang Sekretaris cepat.
"Kami akan menunggu," jawab sang Wanita.

Selama 4 jam sekretaris itu mengabaikan mereka, dengan harapan bahwa pasangan tersebut akhirnya akan patah semangat dan pergi. Tetapi nyatanya tidak. Sang sekretaris mulai frustrasi, dan akhirnya memutuskan untuk melaporkan kepada sang pemimpinnya.

"Mungkin jika Anda menemui mereka selama beberapa menit, mereka akan pergi," katanya pada sang Pimpinan Harvard.

Sang pimpinan menghela nafas dengan geram dan mengangguk. Orang sepenting dia pasti tidak punya waktu untuk mereka. Dan ketika dia melihat dua orang yang mengenakan baju pudar dan pakaian usang diluar kantornya, rasa tidak senangnya sudah muncul.

Sang Pemimpin Harvard, dengan wajah galak menuju pasangan tersebut. Sang wanita berkata padanya, "Kami memiliki seorang putra yang kuliah tahun pertama di Harvard. Dia sangat menyukai Harvard dan bahagia di sini. Tetapi setahun yang lalu, dia meninggal karena kecelakaan. Kami ingin mendirikan peringatan untuknya, di suatu tempat di kampus ini. bolehkan?" tanyanya, dengan mata yang menjeritkan harap.

Sang Pemimpin Harvard tidak tersentuh, wajahnya bahkan memerah. Dia tampak terkejut. "Nyonya," katanya dengan kasar, "Kita tidak bisa mendirikan tugu untuk setiap orang yang masuk Harvard dan meninggal. Kalau kita lakukan itu, tempat ini sudah akan seperti kuburan."

"Oh, bukan," Sang wanita menjelaskan dengan cepat, "Kami tidak ingin mendirikan tugu peringatan. Kami ingin memberikan sebuah gedung untuk Harvard."

Sang Pemimpin Harvard memutar matanya. Dia menatap sekilas pada baju pudar dan pakaian usang yang mereka kenakan dan berteriak, "Sebuah gedung?! Apakah kalian tahu berapa harga sebuah gedung ?! Kami memiliki lebih dari 7,5 juta dolar hanya untuk bangunan fisik Harvard."

Untuk beberapa saat sang wanita terdiam. Sang Pemimpin Harvard senang. Mungkin dia bisa terbebas dari mereka sekarang. Sang wanita menoleh pada suaminya dan berkata pelan, "Kalau hanya sebesar itu biaya untuk memulai sebuah universitas, mengapa tidak kita buat sendiri saja ?" Suaminya mengangguk. Wajah sang Pemimpin Harvard menampakkan kebingungan.

Mr. dan Mrs. Leland Stanford bangkit dan berjalan pergi, melakukan perjalanan ke Palo Alto, California, di sana mereka mendirikan sebuah Universitas yang menyandang nama mereka, sebuah peringatan untuk seorang anak yang tidak lagi diperdulikan oleh Harvard. Universitas tersebut adalah Stanford University, salah satu universitas favorit kelas atas di AS.

Kita, seperti pimpinan Hardvard itu, acap silau oleh baju, dan lalai. Padahal, baju hanya bungkus, apa yang disembunyikannya, kadang sangat tak ternilai. Jadi, janganlah kita selalu abai, karena baju-baju, acap menipu.